,,WelComE,,,,,,,,,,,,,,

,,Selamat datang di blog_ku,,,,

Jumat, 25 Juni 2010

TUGAS PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS

A. Pendahuluan

Dalam persektif islam pendidik menepati posisi penting dalam proses pendidikan. Dialah yang bertanggungjawab terhadap pwerkembangan anak didik. Potensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang terdapat pada anak didik harus diperhatikan perkembangannya agar tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang diharapkan.
Dalam konteks umum, tujuan pendidikan tersebut antara lain mentrasmisikan pengalaman dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Jhon Bewey mengatakan bahwa pendidikan merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup dan juga pembahasan pengalaman hidup sendiri. Sedangkan dalam konteks islam, pendidikan dapat diartikan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuandan nilai-nilai islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnyadi akhirat.
Guru berfungsi sebagai fasilitator dan penunjuk jalan ke arah penggalian potensi anak didik dan murid sebagai objek yang diarahkan dan digali potensinya. Menurut konsep pendidikan klasik guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga sebagai contoh atau model nyata dari pribadi yang ideal. Sedangkan siswa posisinya sebagai penerima bimbingan, arahan dan ajaran yang disampaikan oleh guru.
Dalam proses pendidikan intinya harus ada tiga unsur, yaitu pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan. Ketiga tersebut membentuk suatu triangle,jika hilang salah satu komponen tersebut, hilanh pulalah hakikat pendidikan islam.

B. Pengertian Pendidik

Dari segi bahasa, pendidik sebagaimana yang dijelaskan oleh Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik dalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Menurut Hadari Nawawi Pendidik atau guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan. Guru dalam pengertian tersebut menurutnya, bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi dalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif, dalam mengartikan perkembangan nak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
Pada akhirnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseoarang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Istilah-istilah yang mengacu pada pengertian dapat pula ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam hubungan ini dijumpai kata ‘alim’ seperti dalam hadits yang artinya : “Jadilah kamu sebagai alim (berpengetahuan / guru), atau mut’allim (orang yang mencari ilmu) atau pendengar, atau pengikut simpatisan setia dan janganlah jadi orang yang kelima, yaitu orang yang tidak memilih salah satu dari keempat tersebut.”
Para Pendidik Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
Di dalam al-qur’an terdapat petnujuk yang dapat memberi kita informasi bahwa yang menjadi pendidik itu secara garis besarnya ada empat.
Pertama, adalah Allah SWT. Salah satu isyarat yang menunjukan keutamaan ta’lim adalah diambil dari asmaul husna, Dialah yang mengajarkan dan memberi petunjuk kepada hamba-Nya. Ini bentuk ta’lim secara umum yang dibutuhkan oleh seluruh hamba Allah, selain ada juga ta’lim khusus yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ta’lim secara umum ini yang menunjukan sifat rububiyah dan kemuliaan-Nya, firman Allah SWT
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Kedua, yang menjadi guru atau pendidik menurut al-qur’an adalah nabi Muhammad SAW. Para rasul yang diutus Allah dengan risalah ilahiyah semuanya adalah para mu’alim yang ditugasi untuk menyampaikan petunjuk kepada umatnya agar menempuh jalan yang lurus, serta menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang. Juga mengakarkan kepada umatnya apa-apa yang belum mereka ketahui. Untuk itu, al-qur’an telah memberikan sifat kepada para Rasul sebagai Mubasyirun pemberi kabar gembira, Munzirun pemberi peringatan, sedangkan tabsyir dan indzar merupakan bentuk talim, namun keduanya memiliki perbedaan mendasar. Tabsyir adalah bentuk talim yang disertai dengan janji-janji, sedangkan indzar disertai dengan ancamab. Allah berfirman : QS. An-Nisa : 165
Artinya :
“(mereka Kami utus) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dari seluruh Nabi dan Rasul yang diturunkan sebagai mu’alim, Muhammad adalah imim mereka, yang telah di didik dan diajar oleh yang Maha Mengtahui.
Ketiga, al-qur’an menginformasikan bahwa yang bertindak sebagai pendidik atau guru adalah orang tua. Al-qur’an menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki orang tua sebagai guru, yaitu memiliki hikmah, kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suku menasehati agar tidak menyekutukan Allah, memerintahkan anaknya agar menjalankan shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan.
Keempat, sebagai pendidik yanmg keempat menurut al-qur’an adalah orang lain. Bergesernya tugas menidik dari orang tua kepada orang lain, lebih lanjut dijelaskan oleh Ahmad Tafsir. Menurutnya, pada mulanya tugas mendidik itu adalah murni tugas kedua orang tua akan tetapi karena perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup sudah semakin luas, dalam dan rumit, maka orang tua tidak mampu lagi melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya. Selai orang tua atau individu diluar diri kita, masyarakat atau umat pun dikategorikan sebagai pendidik atau guru yang hendaknya kita teladani sisi kebaiknya dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat merupakan perwujudan kehidupan bersama, apapun yang berlaku dalam masyarakat tergantung anggotanya yang merupakan individu-individu, begitu juga sebaliknya al-qur’an telah mendikripsikan kepada manusia criteria suatu masyarakat.
Bila kita telusuri ayat-ayat al-qur’an secara lebih mendalam lagi, beberapa ayat yang memberi informasi tentang beberapa golongan yang dapat dikategorikan sebagai pendidik dikarenakan keistimewaan dan keluasan ilmu yang mereka miliki, diantaranya : Ulil Albab, Ulil Nuha, Ulil Dzikri dan ulama.

C. Tugas Pendidik

1. Tugas guru secara profesional
Rasullah SAW telah mengisyarakatkan dalam hadidnya tentang perlunya pendidikan yang professional dan bukan pendidik non professional atau pendidik asal-asalan. Sebagaimana sabdanya: ‘apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya’. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT yang artinya: “Bekerjalah kamu menurut keahlianmu sekalian”.
Guru yang demikian itulah yang patut dihormati, dibina, dikembangkan dan semakin diperbanyak. Agar guru dapat menunaikan tugasnya dengan baik dan dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang professional, maka ia harus memiliki berbagai kompetensi keguruan dalam melaksanakan fungsinya sebagai guru.
Pada mulanya kompetensi ini diperoleh dari “pre service traiffin” yang kemudian dikembangkan dalam pekerjaan .profesional guru dan dibina melalui “lin service traiffing”. Pada dasarnya guru harus mempunyai tiga kompetensi, yaitu :
a. Kompetensi Kepribadian.
Setiap guru memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang tidak ada guru yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan. Jadi pribadi keguruanitu pun “unik” pula dan perlu dikembangkan secara terus menerus agar guru trampil dalam hal:
• Mengenal dan mengakui harakat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarnya.
• Membina suatu suasana social yang meliputi interaksi belajar mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral “bathiniyyah” terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru.
• Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggungjawab dan saling percaya mempercayai antara dan murid.

b. Kompetensi Atas Bahan Pengajaran
Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi (takhassus) atas ilmu atau kecakapan / pengetahuan yang diajarkan. Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya ini amat perlu dibina karena selalu dibutuhkannya dalam beberapa hal :
• Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkannya kedalam bentuk komponen-komponen dan informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecapan yang bersangkutan.
• Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi itu sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
c. Kompotensi dalam Cara Mengajar
Kompotensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru khususnya keterampilan dalam bidang :
• Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu-satuan waktu (semester atau tahun ajaran).
• Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat Bantu atau alat peraga) bagi murid dalam proses balajar yang dipergunakannya.
• Mengembangkan dan mempergunakan semua metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi dan variasi yang efektif.

D. Tugas Guru Dalam Dunia Pendidikan

1. Sebagai Orang yang Mengkomunikasikan Ilmu pengetahuan
Dengan tuigasnya ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajrkannya. Sebagai tindak lanjut dari tugas tersebut, maka seorang guru tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya harus lebih dahulu harus ia pelajari. Guru juga bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengalhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Hal ini sesuai dengan hadits :

بنغوا عنى ولو اية
Artinya:
“Sampaikanlah (pengetahuan) dariku walau hanya satu ayat”

طاب العلم من المهد ال الحد

Artinya :
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”
من سئل من علم فكتمه الجم يوم القيمة بلجام من النار
Artinya :
“Siapa yang menyembunyikan ilmunya, maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekang api neraka”
Menurut al-Ghazali setiap ilmu harus dilihat dari segi fungsi dan kegunaannya dalam bentuk amaliah. Dan setiap amaliyah harus pula dissertai kesungguhan dan niat yang tulus ikhlas. Hal ini terlihat dalam ungkapannya :

كلهم ها لكون الا العالمون و العا لمون طلهم هالكون الا العالمون والعالمون كلهم هالكون الا المخلصون

Artinya :
“Setiap orang itu akan binasa, kecuali orang yang alim, dan setiap orang yang alim itu akan binasa kecuali orang yang mengamalkan dan setiap orang yang mengamalkan itu pasti akan binasa kecuali orang yang ikhlas”.
Dalam mentransfer ilmu seorang guru hendaknya memulai dari hal-hal yang mudah kemudian secara bertahap kepada yang lebih sukar. Dalam menyampaikan ilmu pengetahuan guru harus memperhatikan pula tingkat pemikiran peserta didiknya. Seorang guru pun tidak boleh menjawab pertanyaan yang belum tahu jawabannya dan ia harus berusaha mencari jawaban itu, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut :

ال لم سئل رسول الله صلى الله وسلم عن خير البققاع في الارض وشرها: لا ادرى حتى نزل عليه جبريل عليه سلام فقال : لاادرى الا ان اعلمه الله عز و جل ان خير البقاع المشاجد و شرها الا سوا

Artinya :
“Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang sebaik-baiknya tempat dan seburuk-buruknya tempat di bumi, beliau menjawab : Aku tidak tahu, sampai Jibril As turun kepadanya dan bertanya, beliau pun menjawab dengan jelas, aku tidak tahu, lantas Allah memberitahu kepadanya bahwa sebaik-baiknya tempat adalah masjid dan seburuk-buruknya tempat adalah pasar”. (HR. Hakim)
Seorang guru dituntut pula untuk memahami psikologi anak, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan sehingga ketika ia mengajar, ia akan memahami dan memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kesiapan psikologisnya.

2. Sebagai Model atau Teladan
Bidang studi yang diajarkan oleh guru merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru tersebut menjadi model atau contih nyata. Jika guru sendiri tidak memperlihatkan keindahan dan manfaat pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkannya anak didiknya akan menunjukan antusias terhadap pelajaran tersebut. Sebagaimana terlihat dalam hadits berikut :

هلاك امتى رجلان عالم فاءجر وعابد جاهل و خير الجيارخيارالعلماء وشر الشرارالجهلاء


Artinya :
“Rusaknya umatku karena dua macam orang, yaitu seorang alim yang durjana dan seorang shalih yang jahil. .”(HR. Baihaqi)
Muhammad Athiyah al-Abrasy menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu zuhud, bersih dari sifat dan akhlak yang buruk, ikhlas dalam melaksanakan tugasnya, pemaaf terhadap murid-muridnya, menempatkan diri sebagai seorang bapak/ibu sebelum ia menjadi seorang guru, harus mengetahui bakat, tabiat dan watak murid-muridnya dan harus menguasai bidang studi yang diajarkanya.
Ibnu Jama’ah menawarkan kriteria yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan menjadi guru. Kriteria itu meliputi enam hal, yaitu : menjaga akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan, tidak menjadikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya, mengetahui situasi sosial kemasyarakatkan, kasih sayang dan sabar, adil dalam memperlakukan peserta didik dan menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.

3. Sebagai Penggerak (Motivator) Masyarakat
Guru diharapkan tidak membatasi diri sibuk di kelas yang dibatasi oleh dinding yang memisahkan dirinya dengan kehidupan masyarakat. Dia hendaknya menyatu dengan masyarakat dimana ia hidup dan dapat mengontrol anak didik dalam kehidupan masyarakat. Seorang guru harus memperhatikan kepentingan umum. Guru harus memperhatikan penampilan fisik maupun penampilan moralnya.
Guru pun harus memberikan motivasi kepada masyarakat dalam belajar dan bekerja. Rasulullah pernah mencontohkan hal tersebut, Rasulullah bersama para sahabat mengangkat sebuah batu di atas pundaknya ketika membangun masjid Nabawi setiap orang mengangkat sebuah batu namun beliau memperhatikan Amr bin Yasir setiap kali mengangkat ia membawa dua buah batu maka beliau berbicara kepadanya sebagai sugesti dan motivasi untuknya.

E. Tugas Guru dalam Proses Belajar Mengajar

1. Sebagai Demonstrator
Guru hendaknya mengusai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksankan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apayang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul dimiliki oleh anak didik. Sabda Rasulullah :

كنت خادما صلى الله عليه وسلم قال فكنت ادخل بغير استئذان فجئت يوما فقال كما انت يابنى فانه قد

حدث بعدك امر لاتدخلن الاباذن فقد عمله الرسول الاستئذان وكان يابنى
Artinya :
“Dahhulu aku menjadi pelayan Nabi SAW aku selalu masuk kerumah tanpa izin, maka beliau bersabda hai anakku, bagaiman kamu ini, sesungguhnya suatu persolan benar-benar telah terjadi sesudah kini. Jangan sekali-kali kamu masuk tanpa meminta izin. Dari gambaran diatas Rasulullah SAW telah mengajari Anas untuk meminta izin dan memanggilnya dengan rasa kekeluargan wahai anakku”.

2. Sebagai Mediator dan Fasifitator
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi harus juga memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik. Untuk itu guru perlu mengalami latihan praktek secara kontinu dan sistematis, baik melalui pre service maupun melalui inservice traning.
Rasulullah pun dalam memberikan pelajaran juga selalu menggunakan media, sehingga para sahabat dapat lebih mudah memahami pelajaran yang beliau sampaikan. Dari Abu Hurairah, Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “Pada suatu hari, Rasulullah mendatangi kehalayak (menurut riwayat lain, Rasulullah bersabda) “bertanyalah kepakaku! Mereka enggan untuk bertanya kepada beliau. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang kemudian duduk memegangi lutut Rasulullah SAW sambil berkata: wahai Rasulullah, tahukah itu islam, beliau menjawab: (islam berarti) kamu tidak boleh menyekutukan Allah dengan apapun, memdirikan shalat, membayar zakat dan berpuasa ramadhan, orang itu berkata “kau benar”. Kemudian orang itu bertanya lagi tentang iman,ihsan dan saat terjadinya hari kiamat. Abu Hurairah berkata: kemudian orang itu bangkit dan Rasulullah pun bersabda orang itu adalah malaikat jibril. Dia hendak mengajarimu karena kamu tidak mau bertanya.”
Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tuuan, materi, metode, evaluasi dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus trampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan olrh guru, yaitu : Mendorong berlangsungnya tingkahlaku sosial yang baik, Mengembangkan gaya interaksi pribadi dan Menumbuhkan hubungan yang posiotif dengan para siswa.

3. Sebagai Evaluator
Dalam satu kali proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan ini sudah tercapai atau belum dan apakah materi yang diajarkan itu sudah cukup tepat.
Dengan demikian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk siswa yang pandai, sedang ,cukup atau kurang .
Evaluasi pun sering dilakukan Rasulullah, dalam majelis-majelsnya Rasulullah mengoreksi setiap kesalahan para sahabatnya dalam memahami dan menghafal apa-apa yang beliau ajarkan. Al-bara’ berkata, yang artinya : “Rasulullah SAW bersabda, Wahai Barra’ apa yang kamu ucapkan ketika hendak tidur? Aku jawab,”Allah dan Rasul-Nya” lebih tahu. Beliau bersabda jika kamu hendak tidur dan ketika itu dalam keadaan sup, gunakanlah tangan kananmu sebagai bantal, lalu ucapkanlah (Aku pasrahkan wajahmu kepada-Mu, aku limpahkan segala urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu karena cinta dacn takut kepada-Mu tidak ada sandaran dan keselamatan dari-Mu kecuali dengan memohon kepada-Mu, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah engkau turunkan dan aku beriman kepada Nabi-Mu yang telah engkau utus, aku menirukan ucapan yang beliau ajarkan kepadaku, namun aku mengucapkan beliau berkata sambilmeletakkan tangannya di dadaku nabi-Mu). Selanjutnya beliau mengatakan “barang siapa yang mengucapkan pada malam harinya, kemudian meninggal maka ia meninggal dalam keadaan fitrah”.

Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
2. Membangkitkan gairah peserta didik
3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
4. Mengatur proses belajar mengajar yang baik
5. Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar
6. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Menanamkan Akidah yang Kuat Bagi Anak Didik
Menanamkan akidah di sela-sela membweri materi pelajaran selain ilmu syariah, merupakan media yang sangat berguna untuk mengikat anak didik dengan agamanya dalam berbagai lini kehidupan. Dapat menguatkan keimanan pada diri anak murid, sehingga dapat membentuk dan melahirkan generasi yang kuat serta erat tali hubungannya kepada Allah SWT.
Memberikan Taushiyah atau Nasehat
• Tidak sedikit urgensi nasehat dan bimbingan dalam pengajaran, maka jadikanlah nasehat sebagai sesuatu yang sangat signifikan.
• Nasehat merupakan anjuran syara’ sebelum ia menjadi sebuah anjuran dalam pendidikan
• Menuntun murid kearah yang benar dan menyuruhnya berlaku baik, serta meluruskan jika ia menyompang dari jalan yang benar.
• Nasehat yang diberikan secara individu menjadi mudah diterima dan direspek oleh murid.
Ramah dalam Mendidik
Bersikap ramah terhadap murid yang belum mengerti dapat ia tidak minder, mengevaluasi kesalahan yang terjadi pada murid. Apakah benar kesalahan itu karena memang ia tidak mengetahui, atau bukan. Hal itu kembali kembali kepada pertimbangan guru.
Cara mengobati kesalahan yang terjadi pada anak murid, yaitu seperti hadits yang menceritakan tentang seorang baduwi yang kencing dimasjid. Dimana ketika Nabi SAW melarang para sahabat untuk menghentikan kencing orang baduwi tersebat, agar hal itu tidak berbahaya baginya (kesehatan). Kemudian beliau menyuruh seorang lelaki dari sahabatnya untuk menghilangkan atsar najis tersebut dengan air, kemudian beliau memanggil orang baduwi itu dan memberitahukan kesalahannya serta mengajarinya dengan halus dan lembut. Begitulah cerita tentang Muawiyah bin Hakam ketika Rasulullah memanggilnya dan mengajariya dalam menunaikan shalat.
Kesalahan murid yang bukan karena ketidaktahuan maka seorang guru harus mencegahnya, seperti yang terdapat dalam ucapan sahabat : “hal itu menyusahkanku”. Kemudian seorang guru harus berusaha memperbaiki kesalahan itu dan membantu memperbaikinya. Hal itu seperti yang dijelaskan dalam keputusan Rasululah terhadap Muawiyah, yaitu ketika ia ingin memerdekakan perempuanya itu. Maka Rasulullah berkata kepada Muawiyah : “merdekakanlah ia, karena ia wanita muslim”

Bijaksana Saat Menuturkan Keburukan
Membicarakan kesalahan tidaklah untuk menyebutkan nama sang pelaku, tetapi sekedar peringatan dan menjelaskan kejelekan dari tindakan dan ucapan itu, agar memahami kesalahan itu. Tidak menyebutkan nama ketika sedang membicarakan suatu kesalahan, meskipun sang pelaku telah diketahui oleh sebagian orang.
Jika sang pelaku memang sengaja dan ia pun tahu, maka seorang guru harus berusaha mencari solusi yang lebih tepat untuk mendidik pelaku tersebut. Kebijaksanaan seorang guru tercermin, bagaimana ia mengobati suatu kesalahan dengan tanpa menyebutkan nama sang pelaku.
Mengucapkan Salam Sebelum dan Sesudah Mengajar
Mengawali mengucapkan salam ketika bertemu dengan anak murid, ucapan salam menjadi sebab untuk mendatangkan ampunan dari Allah serta memperbanyak amal kebaikan.. Ucapan salam menjadi sebab tersebarnya kecintaan antara guru dan murid. Mengucapkan salam, ketika masuk menjumpai anak murid dan keluar meninggalkannya.


KESIMPULAN
Sebagai figur yang memegang peran penting dalam pemberdayaan manusia, pendidik dituntut untuk mampu melaksanakan sejumlah tugas. Tugas tersebut meliputi tugas sebagai orang yang mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, tugas ssebagai model atau teladan dan tugas sebnagai penggerak masyarakat.
Tugas-tugas tersebut harus didukung oleh sejumlah criteria agar tugas tersebut dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Sejumlah criteria tersebut antara lain guru harus menguasai bidang ilmu yang diajarkannya, guru harus berakhlak mulia, sabar, pemaaf, kasih saying, rendah hati, ikhlas dan guru harus mengetahui bakat, minat, tabiat dan watak anak didiknya.


DAFTAR PUSTAKA

• Nata, Abudin dan Fauzan. 2005. Pendidikan dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN Press
• Al-syalhub, Fuad bin Abdul Aziz. 2005. Panduan Praktis Bagi Para Pendidik Quantum Teaching 38 langkah Mengajar EQ Cara Nabi SAW, Jakarta : Zikrul Hakim
• http://tanbihun.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam/
etika-pendidik-dalam-pendidikan-islam_files:http://hidayah-ilayya. blogspot.com /2009/09/etika-pendidik-dalam-pendidikan-islam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar