,,WelComE,,,,,,,,,,,,,,

,,Selamat datang di blog_ku,,,,

Jumat, 25 Juni 2010

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN AGAMA PADA REMAJA AWAL (USIA 13-17)

A. Perkembangan Rasa Agama pada Remaja

Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan rohani dan jasmaninya. Menurut W.Starbuck Perkembangan itu antara lain :
1. Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan pengertian tentang ide-ide agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan. Menurut Peaget ”Perkembangan kognitif usia remaja bergerak dari cara berpikir yang konkrit menuju cara berpikir yang proporsional”. Berdasarkan pendapat ini, Ronald Goldman menerapkannya dalam bidang agama dengan membuat sebuha kecimpulan: “Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah menuju agma yang batiniah”.
Jadi, perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
2. Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan social, etis dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cendrung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kearah tindakan seksual yang negative.
3. Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan, remaja cenderung dihadapkan pada konflik antara pertimbangan moral dan materil. Terhadap konflik ini remaja cenderung bingung untuk menentukan pilihan. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi cenderung pada pertimbangan lingkungan sosialnya.
a. Jika remaja hidup dan dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih mementingkan kehidupan duniawi/materialitas, maka remaja akan menjadi cenderung jiwanya untuk menjadi materialistis dan jauh dari agama.
b. Sebaliknya, jika remaja hidup dan dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih mementingkan kehidupan yang religius, maka remaja akan cenderung jiwanya untuk menjadi religius.
4. Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja.
Pada masa remaja perkembangan moral bertitik tolak dari rasa bersalah atau berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja mencakup :
• Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
• Adative, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
• Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
• Unadjusted, belum meyakinni akan kebenaran ajaran agama dan moral.
• Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
5. Sikap dan Minat
Pada masa remaja sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan sangat kecil, namun hal ini masih sangat tergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.
6. Ibadah
Perkembangan remaja dalam bidang agama juga dipengaruhi oleh pandangan mereka terhadap ibadah.


Pertumbuhan Mental Remaja
Ide-ide agama, dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, pada dasarnya diterima oleh seseorang pada masa kecilnya, ide-ide dan pokok ajaran-ajaran agama yang diterimanya pada waktu kecil itu akan berkembang dan bertambah subur, apabila anak atau remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak mendapat kritikan-krtitikan dalam hal agama itu. Dan apa yang bertumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipegangnya melalui pengalaman-pengalaman yang dialaminya atau dirasakannya.
Remaja-remaja yang mendapat didikan agama dengan cara yang tidak memberi kesempatan untuk berfikir logis dan mengeritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua,yang juga menganut agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu sangat kurang. Remaja-remaja akan merasa gelisah dan kurang aman apabila agama atau keyakinannya berlainan dengan yang dianut oleh orang tuanya.keyakinan orang tua dan keteguhannya dalam menjalankan ibadah, serta memelihara nilai-nilai agama alam hidupnya sehari-hari menolong remaja dari kebimbangan agama.
Setelah perkembangan mental remaja sampai kepada mampu menerima atau menolak ide-ide atau pengertian-pengertian yang abstrak, maka pandangannya terhadap alam dengan segala isi dan peristiwanya berubah, dari mau menerima tanpa pengertian, menjadi menerima dengan penganalisaan.
Perkembangan mental remaja kearah berpikir logis (falsafi) itu, juga mempengaruhi pandangannya dan keyakinannya kepada tuhan. Karena mereka tidak dapat melupakan tuhan dari segala peristiwa yang terjadi di alam ini.
Masalah Mati dan kekekalan
Pada masa remaja telah dapat dipahami bahwa mati itu adalah suatu hal yang tak dapat dihindari oleh setiap orang, bahkan mati itu adalh fenomena alamiah yang harus terjadi. Pemikiran remaja tentang hal ini adalah terdorong oleh kepentingan emosi yang dirasakannya dan yang terjadi disekitar lingkungannya yang menimpa seluruh makluk hidup. Kendatipun pemiran tentang mati itu telah meningkat, namun mereka tidak menghilangkan kegelisahan, yang mengambil bentuk sebagai berikut:
a. Takut berpisah dengan keluarga
b. Takut dirinya akan mati, karena
1) Berpisah dengan orang tua yang disayanginya dan khawatir akan meninggalnya mereka.
2) Rasa dosa, takut bertemu dengan Allah seolah-0lah takut mati itu sebanarnya adalah takut akan hukuman akhirat.
3) Takut mati karena ambisinya. Memang pada masa remaja, ambisi itu adalah suatu cirri khasnya. Remaja lebih banyak khayalan dan cita-cita, serta takut tidak akan tercapai cita-cita itu.
Keyakinan itu akan mengurangkan kecemasan terhadap mati, kepada yang berhubungan itu, yaitu neraka dengan apinya, dan surge dengan kenikmatannya, jika kegelisahan itu bertambah, maka hidup ini tidak akan dirasakan berarti lagi. Maka takut akan neraka dan harao akan masuk surge dalam ajaran agama.
Setelah mati diakui dan diterima oleh remaja, maka ada diantaranya yang ingin mati, mungkin ini disebabkan adanya gambaran tentang negative takut mati (Reaction formation) psikoanalisa. Atau karena ingin lari dari kesukaran hidup yang dialaminya. Bahkan ada orang yang seolah-olah menghadang mati, sebenarnya ia ingin kekal dalam bentuk apapun.
Emosi dan Pengaruh Terhadap Kepercayaan Agama
Sesungguhnya emosi memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama. Tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa mengindahkan emosinya. Karena itu, dalam meneliti atau mempelajari perkembangan ilmu jiwa agama pada seseorang, perlu diperhtikan seluruh fungsi-fungsi jiwanya sebagai kebulatan.
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Diantara sebab-sebab atau sumber-sumber kegoncangan emosi pada remaja, adalah konflik ata pertentangan yang terjadi pada remaja dalam kehidupan.

Perkembangan Moral dan Hubungannya dengan Agama
Agama mempunyai peranan penting dalam pengendalian moral seseorang. Tapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama, tidak otomatis sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, tapi moralnya merosot. Dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama sekali, tapi moralnya cukup baik.
Oleh sebab itu, seorang peneliti ilmu jiwa agama harus mempelajari pula dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral, dan agama itu dapat menjadi pengendali moral. kita akan melihat betapa erat hubungan agama dengan ibadah-ibadah dan moral. Untuk lebih jelas, dapat kita lihat sangkut paut keyakinan beragama dengan moral remaja terutama dalam masalah-masalah berikut :
a. Tuhan sebagai Penolong Moral
Tuhan bagi seorang remaja adalah keharusan moral, pada masa remaja itu, Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral, daripada sandaran emosi. Andaikata kadang-kadang pikiran pada masa remaja itu berontak dan ingin mengingkari ujud Allah, atau ragu-ragu kepadanya, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkan dengan Allah yaitu kebutuhannya untuk mengendalikannya moral.
b. Pengertian Surga dan Neraka.
Kebanyakan remaja memikirkan alam lain, bukanlah untuk tempat senang-senang atau tempat siksaan jasmani, akan tetapi sebagai lambang bagi pikiran pembalasan atau lambing kebahagiaan yang ingin dicapainya dan terlepas dari kegoncangan remaja yang tidak menyenangkan itu.
c. Pengertian tentang Malaikat dan Setan.
Mereka sadar betapa erat hubungan setan dengan malaikat itu dengan dirinya,mereka menyadari adanya hubungan yang erat antara setan dengan dorongan jahat yang ada dalam dirinya, dan hubungan dengan malaikat dengan moral dan keindahannya yang ideal, demikian pula hubungan surga deengan ketentraman batin dan kekuasaan yang baik, juga antara neraka dengan ketenangan batin dan hukuman-hukuman atas dosa.
Kedudukan Remaja dalam Masyarakat dan pengaruhnya Terhadap keyakinannya.
Sikap atau perlakuan Masyarakat yang kurang memberikan kedudukan yang jelas bagi remaja itu, sering kali mempertajam rasa konflik yang sebenarnya telah ada pada remaja, mereka mengharapkan bimbingan dan kepercayaan orang dewasa, terutama keluarganya, tapi di lain pihak mereka ingin bebas, terlepas dari kekuasaan dan kritikan-kritikan orang dewasa, mereka akan mencari orang-orang lain yang dapat merek jadikan teladan atau pahlawan (hero), sebagai pengganti orang tua atau orang-orang yang biasa menasihati mereka. Seandainya yang menjadi hero tersebut baik, maka pengaruhnya juga baik tapi kalau ia tidak baik, maka pengaruhnya juga kurang baik.
Kecenderungan seorang remaja untuk ikut aktif dalam kegiatan agama sebenarnya ada dan dapat dipupuk, asal lembaga keagamaan tersebut dapat mengikut sertakan remaja dan member kedudukan yang pasti kepada mereka. Kebijaksanaan pemimpin agama yang dapat menyadari bahwa remaja mempunyai dorongan dan kebutuhan social yang perlu dipenuhi, akan dapat menggerakan remaja itu ikut aktif dalam agama.

Sikap Remaja Terhadap Agama
Pada masa remaja berabgai cara dilakukan mereka untuk mengekspresikan jiwa keagamaan itu sangat dipengaruhi oleh pengalaman beragama yang dilaluinya. Ekspresi dan pengalaman beragama remaja itu dapat dilihat oleh sikap keberagamaannya, yang meliputi:
a) Percaya Turut-turutan atau ikut-ikutan
Sifat beragama yang ikut-ikutan ini biasanya hanya terjadi pada usia diantara 13-16 tahun, dan akan hilang jika pemikiran kritis remaja sudah berkembang. Karakteristik percaya ikut-ikutan:
• Bersikap apatis dalam mengekspresikan ajaran/tindakan agama.
• Tidak ada perhatian untuk meningkatkan penghayatan agamanya.
• Tidak mau terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan agam
Jadi secara umum dapat dikatakan remaja yang sikap keberagamaannya masih percaya ikut-ikutan dalam kelaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar hanya mengikuti suasana lingkungan dimana dia hidup.
b) Percaya dengan kesadaran
Sifat beragama remaja yang percaya dengan kesadaran ini biasanya dimulai sekitar usia 16 tahun. Apa yang menyebabkan munculnya sikap beragama remaja yang percaya dengan kesadaran?
• Meredanya kegoncangan yang dialami remaja sebagai dampak dari perubahan jasmani yang begitu cepat.
• Hampir selesainya pertumbuhan jasmani.
• Kemampuan berpikir yang sudah semakin matang.
• Bertambahnya pengetahuan remaja.
Semua kondisi itu mendorong remaja untuk lebih memikirkan dirinya sendiri, ingin mengambil tempat dan menonjol dalam masyarakat, perhatiannya pada ilmu pengetahuan, agama dan masalah sosial semakin bertambah.
Semangat remaja sebagai dampak adanya kepercayaan dengan kesadaran ini muncul dalam 2 bentuk:
- Semangat agama dalam bntuk positif
Cirinya:
• Remaja berusaha melihat agama dengan pandangan yang kritis.
• Remaja tidak mau lagi menerima hal-hal yang tidak masuk akal dalam masalah agama.
• Remaja tidak mau mencampuradukkan agama dengan hal-hal yang bersifat khurafat/tahayyul.
• Remaja menjauhkan bid’ah dalam masalah agama
• Remaja akan menyerang adat kebiasan yang dipandang tidak masuk akan dan kurang sesuai dengan agama.
• Remaja melontarkan kritik kepada pemimpin agama, yang mereka anggap kolot dan tidak mengikuti perkembangan zaman.
Intinya: Remaja ingin membersihkan agama dari segala yang mengurangi kemurnian agama.
- Semangat agama dalam bentuk negative
Cirinya:
• Cenderung mengambil unsur-unsur luar yang tercampur dalam agama, seperti: khurafat/tahayyl, bid’ah dan lain-lain.
• Senang pergi dan percaya pada dukun, tempat-tempat tertentu atau jimat.
• Menjadikan ayat-ayat sebagai jimat penangkal bahaya.
Tindakan dan sikap keagamaan remaja yang memiliki semangat yang negatif juga berbeda antara remaja yang berkepribadian introvert dengan remaja yang berkepribadian ekstrovert.
- Bagi remaja yang introvert, aktivitas tersebut hanya dirinya sendiri.
- Bagi remaja yang ekstrovert, aktivitas tersebut selain untuk dirinya sendiri, juga berusaha mengajak orang lain untuk mengerjakannya.


PENUTUP

Apabila remaja kurang mendapat bimbingan keagamaan dalam keluarga, kondisi keluarga yang kurang harmonis, orang tua yang memberikan kasih sayang dan berteman dengan kelompok sebaya yang kurang menghargai nilai-nilai agama, maka kondisi tersebut dapat menjadi pemicu berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik atau asusila, seperti pergaulan bebnas (free sex), minum-minuman keras, mengisap ganja dan menjadi trouble maker (pengganggu ketetiban/pembuat keonaran) dalam masyarakat.
Perlu diingat bahwa perkembangan kecerdasan remaja, telah sampai kepada mampu mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang dilihat atau didengarnya, maka pendidikan agama tidak akan diterimanya begitu saja tanpa memahaminya. Apa yang dulu waktu masa kanak-kanak dapat diterimanya tanpa bertanya, tapi pada umur ini, ia akan sering bertanya atau minta penjelasan yang masuk akal, karena mereka tidak dapat menerima apa yang tidak dapat dimengertinya,.

DAFTAR PUSTAKA

• Zakiah, Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : PT. Karya Unipress, 1976.
• Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2009.
• Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : Rosda
• http://starawaji.wordpress.com/2009/04/19/perkembangan-agama-pada-remaja/
• http://www.psychologymania.co.cc/2010/04/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-masa.html

ALIRAN ESENSIALISME

A.PENDAHULUAN

Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.

B. Latar belakang munculnya aliran Esensialisme

Esensialisme muncul pada zaman renaisans dngan ciri-ciri utamanya berbeda dengan progresivisme. Progresif mempunyai pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang. Esensialisme menganggap bahwa dasar pijak fleksibilitas dalam segala bentukdapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu.
Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Berkaitan dengan hal itu pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-ailai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan telah teruji oleh waktu.


C. Hakikat aliran Esensialisme

Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama yang warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu juga didasari oleh pandangan-pandangan dari penganut aliran idealisme dan realisme.
Esensialisme juga merupakan konsep yang meletakkan sebagian dari cirri alam piker modern. Sebagaimana halnya sebab musabab munculnya renaisans. Eensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Maka disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan zaman modern.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam atau dunia fisik. Sedangkan idealisme modern sebagai ekspon yang lain, pandangannya bersifat spiritual. John Deonal Butler mengutarakan secara singkat cirri dari masing-masing ini sebagai berikut.
Alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri,dan ini harus dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik dan disanalah terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental. Jadi jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasl dari dunia fisik.
Idelisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan atau ide. Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak tebatas yaitu Tuhan yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikirberada dalam lingkungan kekuasaan tuhan. Dengan menguji dan menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaranyang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Idealisme modern dengan tokoh-tokoh utamanya di jerman pada abad ke 17dan ke 18, mengutarakan dan membahas pokok-pokok persoalan yang dekat dengan manusia, diantaranya terolahnya kesan-kesan indera oleh akal dan proses penjelmaannya nenjadi pengetahuan. Bemikian pula oleh realisme, masalah-masalah tersebut juga menjadi objek peninjauan seperti terbukti dari gagasan-gagasan dari tokoh-tokohnya di inggris sebelum idealisme muncul.

D. Tokoh-tokoh Esensialisme

1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Gambar 6: Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.

2. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).

E. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan

a. Pandangan mengenai realita
Sifat yang menonjol dari ontology esensialisme adalah suatu konsesi bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata tersebut. Di bawah ini adalah uraian mengenai penjabarannya menurut realisme dan idealisme.
1. realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme objektif, karena mempunyai cara pandang yang sistematis mengenai alam serta tempat manusia di dalamnya.
2. Idealisme objektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme objektif. Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu., dengan landasn pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakekatnya adalah jiwa atau spirit, idelisme men etapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini nyata.
b. Pandangan mengenai pengetahuan
Pada kaca mata realisme, masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran pandangan dengan penelaahan bahwa manusia perlu dipandang sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan mengenai pengetahuan ini bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos.
Bersendikan prinsip di atas dapatlah dimengerti bahwa relisme memperhatikan berbagai pandangan dari tiga aliran psikologi asosianisme, behaviorisme dan koneksionisme. Dengan memperhatikan tiga aliran ini, yang pada dasarnya mencerminkan adanya penerapan metode-metode yang lazim untuk ilmu pengetahuanalam kodrat, realisme menunjukkan sikap lebih maju mengenai masalah pengatahuan ini dibanding dengan idealisme.
c. Pandangan mengenai nilai
Menurut realisme kwalitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut.
Teori lain yang timbul dari realisme disebut determinisme etis. Dikatakan bahwa semua yang ada dalam ala mini termasuk manusia mempunyai hubungan hingga merupakan rantai sebab-akibat. Realisme berdasarkan atas keturunan dan lingkungan.
Nilai keindahan adalah suatu kenikmatan yang dihasilkan dalam pengalaman bila kognisi dan perasaan bercampur atau saling berpengaruh. Yang dimaksud dengan kognisi disini adalah persoalan persepsi sebagaimana dihubungkan dengan kenikmatan keindahan. Kenukmatan seseorang mengenai keindahan itu merupakan perpaduan antara pengalaman, persepsi, dan perasaan.
d. Pandangam mengenai pendidikan
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini bersifat umur, simplikataf dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dapat memberikan gambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan.
e. Pandangan mengenai belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos.
Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera memerlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:

1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
f. Pandangan mengenai kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Bogoslousky, mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian:
g. Universum
Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.

2. Sivilisasi
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera .

3. Kebudayaan
Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.

4. Kepribadian
Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi.
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen at au dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
Tujuan utama aliran filsafat ini esensialisme adalah menggapai kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Alran ni bernuansa theistik karena menyempatkan ruang bagi dunia lain di luar batas dunia lain.aliran filsafat perenialisme bercirikan atas norma-norma kekekalan sesuai dengan namanya perennial yang artinya abadi atau kekal.

F. Kesimpulan

Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT


DAFTAR PUSTAKA

1. Jalaludin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002
2. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004
3. Yunus, Ahmad, Filsafat Pendidikan, Bandung : Citra sarana Grafika, 1999
4. http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran-esensialisme.html

Teknik Pengumpulan Data Kualitatif

Data dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu, data kualitatif dan data kuantitatif. Pada pembahasan teknik pengumpulan data kali ini akan lebih mengarah pada teknik pengumpulan data kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung. (Amirin 2000).
Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan, yang mirip dengan pekerjaan detektif (Miles, 1992). Dari sebuah penyelidikan akan dihimpun data-data utama dan sekaligus data tambahannya. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sedangkan data tertulis, foto, dan statistik adalah data tambahan (Moleong, 2007:157).

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik dalam mengumpulkan data, seperti yang dikemukakan Sevilla, dkk (1993) bahwa dalam pengumpulan data penelitian dalam pendidikan dapat meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Pengamatan;
Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian. Teknik ini sangat relevan digunakan dalam penelitian kelas yang meliputi pengamatan kondisi interaksi pembelajaran, tingkah laku anak dan interaksi anak dalam kelompoknya. Pengamatan dapat dilakukan secara bebas dan terstruktur. Alat yang bisa digunakan dalam pengamatan adalah lembar pengamatan, ceklist, catatan kejadian dan lain-lain.

2. Pertanyaan;

Teknik pertanyaan lebih cocok digunakan dalam pendekatan survei. Pertanyaan yang efektif akan membantu pengumpulan data yang akurat, karenanya Fox (dalam Sevilla, 1993) memberikan kreteria karakteristik pertanyaan yang efektif sebagai berikut; (a) bahasanya jelas, (b) ada ketegasan isi dan periode waktu, (c) bertujuan tunggal, (d) bebas dari asumsi, (e) bebas dari saran, dan (f) kesempurnaan dan konsistensi tata bahasa.

3. Angket atau kuesioner (questionnaire)

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya.

4. Studi dokumenter (documentary study)

Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M. 2000. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Bandung: Rosdakarya.
Sevilla, Consuelo, G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Diterjemahkan oleh Alimuddin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

TUGAS PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS

A. Pendahuluan

Dalam persektif islam pendidik menepati posisi penting dalam proses pendidikan. Dialah yang bertanggungjawab terhadap pwerkembangan anak didik. Potensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang terdapat pada anak didik harus diperhatikan perkembangannya agar tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang diharapkan.
Dalam konteks umum, tujuan pendidikan tersebut antara lain mentrasmisikan pengalaman dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Jhon Bewey mengatakan bahwa pendidikan merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup dan juga pembahasan pengalaman hidup sendiri. Sedangkan dalam konteks islam, pendidikan dapat diartikan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuandan nilai-nilai islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnyadi akhirat.
Guru berfungsi sebagai fasilitator dan penunjuk jalan ke arah penggalian potensi anak didik dan murid sebagai objek yang diarahkan dan digali potensinya. Menurut konsep pendidikan klasik guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan juga sebagai contoh atau model nyata dari pribadi yang ideal. Sedangkan siswa posisinya sebagai penerima bimbingan, arahan dan ajaran yang disampaikan oleh guru.
Dalam proses pendidikan intinya harus ada tiga unsur, yaitu pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan. Ketiga tersebut membentuk suatu triangle,jika hilang salah satu komponen tersebut, hilanh pulalah hakikat pendidikan islam.

B. Pengertian Pendidik

Dari segi bahasa, pendidik sebagaimana yang dijelaskan oleh Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik dalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Menurut Hadari Nawawi Pendidik atau guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan. Guru dalam pengertian tersebut menurutnya, bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi dalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif, dalam mengartikan perkembangan nak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
Pada akhirnya pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseoarang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Istilah-istilah yang mengacu pada pengertian dapat pula ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam hubungan ini dijumpai kata ‘alim’ seperti dalam hadits yang artinya : “Jadilah kamu sebagai alim (berpengetahuan / guru), atau mut’allim (orang yang mencari ilmu) atau pendengar, atau pengikut simpatisan setia dan janganlah jadi orang yang kelima, yaitu orang yang tidak memilih salah satu dari keempat tersebut.”
Para Pendidik Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
Di dalam al-qur’an terdapat petnujuk yang dapat memberi kita informasi bahwa yang menjadi pendidik itu secara garis besarnya ada empat.
Pertama, adalah Allah SWT. Salah satu isyarat yang menunjukan keutamaan ta’lim adalah diambil dari asmaul husna, Dialah yang mengajarkan dan memberi petunjuk kepada hamba-Nya. Ini bentuk ta’lim secara umum yang dibutuhkan oleh seluruh hamba Allah, selain ada juga ta’lim khusus yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ta’lim secara umum ini yang menunjukan sifat rububiyah dan kemuliaan-Nya, firman Allah SWT
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Kedua, yang menjadi guru atau pendidik menurut al-qur’an adalah nabi Muhammad SAW. Para rasul yang diutus Allah dengan risalah ilahiyah semuanya adalah para mu’alim yang ditugasi untuk menyampaikan petunjuk kepada umatnya agar menempuh jalan yang lurus, serta menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang. Juga mengakarkan kepada umatnya apa-apa yang belum mereka ketahui. Untuk itu, al-qur’an telah memberikan sifat kepada para Rasul sebagai Mubasyirun pemberi kabar gembira, Munzirun pemberi peringatan, sedangkan tabsyir dan indzar merupakan bentuk talim, namun keduanya memiliki perbedaan mendasar. Tabsyir adalah bentuk talim yang disertai dengan janji-janji, sedangkan indzar disertai dengan ancamab. Allah berfirman : QS. An-Nisa : 165
Artinya :
“(mereka Kami utus) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dari seluruh Nabi dan Rasul yang diturunkan sebagai mu’alim, Muhammad adalah imim mereka, yang telah di didik dan diajar oleh yang Maha Mengtahui.
Ketiga, al-qur’an menginformasikan bahwa yang bertindak sebagai pendidik atau guru adalah orang tua. Al-qur’an menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki orang tua sebagai guru, yaitu memiliki hikmah, kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suku menasehati agar tidak menyekutukan Allah, memerintahkan anaknya agar menjalankan shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan.
Keempat, sebagai pendidik yanmg keempat menurut al-qur’an adalah orang lain. Bergesernya tugas menidik dari orang tua kepada orang lain, lebih lanjut dijelaskan oleh Ahmad Tafsir. Menurutnya, pada mulanya tugas mendidik itu adalah murni tugas kedua orang tua akan tetapi karena perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup sudah semakin luas, dalam dan rumit, maka orang tua tidak mampu lagi melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya. Selai orang tua atau individu diluar diri kita, masyarakat atau umat pun dikategorikan sebagai pendidik atau guru yang hendaknya kita teladani sisi kebaiknya dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat merupakan perwujudan kehidupan bersama, apapun yang berlaku dalam masyarakat tergantung anggotanya yang merupakan individu-individu, begitu juga sebaliknya al-qur’an telah mendikripsikan kepada manusia criteria suatu masyarakat.
Bila kita telusuri ayat-ayat al-qur’an secara lebih mendalam lagi, beberapa ayat yang memberi informasi tentang beberapa golongan yang dapat dikategorikan sebagai pendidik dikarenakan keistimewaan dan keluasan ilmu yang mereka miliki, diantaranya : Ulil Albab, Ulil Nuha, Ulil Dzikri dan ulama.

C. Tugas Pendidik

1. Tugas guru secara profesional
Rasullah SAW telah mengisyarakatkan dalam hadidnya tentang perlunya pendidikan yang professional dan bukan pendidik non professional atau pendidik asal-asalan. Sebagaimana sabdanya: ‘apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya’. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT yang artinya: “Bekerjalah kamu menurut keahlianmu sekalian”.
Guru yang demikian itulah yang patut dihormati, dibina, dikembangkan dan semakin diperbanyak. Agar guru dapat menunaikan tugasnya dengan baik dan dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang professional, maka ia harus memiliki berbagai kompetensi keguruan dalam melaksanakan fungsinya sebagai guru.
Pada mulanya kompetensi ini diperoleh dari “pre service traiffin” yang kemudian dikembangkan dalam pekerjaan .profesional guru dan dibina melalui “lin service traiffing”. Pada dasarnya guru harus mempunyai tiga kompetensi, yaitu :
a. Kompetensi Kepribadian.
Setiap guru memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang tidak ada guru yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan. Jadi pribadi keguruanitu pun “unik” pula dan perlu dikembangkan secara terus menerus agar guru trampil dalam hal:
• Mengenal dan mengakui harakat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarnya.
• Membina suatu suasana social yang meliputi interaksi belajar mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral “bathiniyyah” terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru.
• Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggungjawab dan saling percaya mempercayai antara dan murid.

b. Kompetensi Atas Bahan Pengajaran
Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi (takhassus) atas ilmu atau kecakapan / pengetahuan yang diajarkan. Penguasaan yang meliputi bahan bidang studi sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya ini amat perlu dibina karena selalu dibutuhkannya dalam beberapa hal :
• Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkannya kedalam bentuk komponen-komponen dan informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecapan yang bersangkutan.
• Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi itu sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
c. Kompotensi dalam Cara Mengajar
Kompotensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru khususnya keterampilan dalam bidang :
• Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu-satuan waktu (semester atau tahun ajaran).
• Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat Bantu atau alat peraga) bagi murid dalam proses balajar yang dipergunakannya.
• Mengembangkan dan mempergunakan semua metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi dan variasi yang efektif.

D. Tugas Guru Dalam Dunia Pendidikan

1. Sebagai Orang yang Mengkomunikasikan Ilmu pengetahuan
Dengan tuigasnya ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajrkannya. Sebagai tindak lanjut dari tugas tersebut, maka seorang guru tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya harus lebih dahulu harus ia pelajari. Guru juga bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengalhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Hal ini sesuai dengan hadits :

بنغوا عنى ولو اية
Artinya:
“Sampaikanlah (pengetahuan) dariku walau hanya satu ayat”

طاب العلم من المهد ال الحد

Artinya :
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”
من سئل من علم فكتمه الجم يوم القيمة بلجام من النار
Artinya :
“Siapa yang menyembunyikan ilmunya, maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekang api neraka”
Menurut al-Ghazali setiap ilmu harus dilihat dari segi fungsi dan kegunaannya dalam bentuk amaliah. Dan setiap amaliyah harus pula dissertai kesungguhan dan niat yang tulus ikhlas. Hal ini terlihat dalam ungkapannya :

كلهم ها لكون الا العالمون و العا لمون طلهم هالكون الا العالمون والعالمون كلهم هالكون الا المخلصون

Artinya :
“Setiap orang itu akan binasa, kecuali orang yang alim, dan setiap orang yang alim itu akan binasa kecuali orang yang mengamalkan dan setiap orang yang mengamalkan itu pasti akan binasa kecuali orang yang ikhlas”.
Dalam mentransfer ilmu seorang guru hendaknya memulai dari hal-hal yang mudah kemudian secara bertahap kepada yang lebih sukar. Dalam menyampaikan ilmu pengetahuan guru harus memperhatikan pula tingkat pemikiran peserta didiknya. Seorang guru pun tidak boleh menjawab pertanyaan yang belum tahu jawabannya dan ia harus berusaha mencari jawaban itu, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut :

ال لم سئل رسول الله صلى الله وسلم عن خير البققاع في الارض وشرها: لا ادرى حتى نزل عليه جبريل عليه سلام فقال : لاادرى الا ان اعلمه الله عز و جل ان خير البقاع المشاجد و شرها الا سوا

Artinya :
“Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang sebaik-baiknya tempat dan seburuk-buruknya tempat di bumi, beliau menjawab : Aku tidak tahu, sampai Jibril As turun kepadanya dan bertanya, beliau pun menjawab dengan jelas, aku tidak tahu, lantas Allah memberitahu kepadanya bahwa sebaik-baiknya tempat adalah masjid dan seburuk-buruknya tempat adalah pasar”. (HR. Hakim)
Seorang guru dituntut pula untuk memahami psikologi anak, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan sehingga ketika ia mengajar, ia akan memahami dan memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kesiapan psikologisnya.

2. Sebagai Model atau Teladan
Bidang studi yang diajarkan oleh guru merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru tersebut menjadi model atau contih nyata. Jika guru sendiri tidak memperlihatkan keindahan dan manfaat pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkannya anak didiknya akan menunjukan antusias terhadap pelajaran tersebut. Sebagaimana terlihat dalam hadits berikut :

هلاك امتى رجلان عالم فاءجر وعابد جاهل و خير الجيارخيارالعلماء وشر الشرارالجهلاء


Artinya :
“Rusaknya umatku karena dua macam orang, yaitu seorang alim yang durjana dan seorang shalih yang jahil. .”(HR. Baihaqi)
Muhammad Athiyah al-Abrasy menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu zuhud, bersih dari sifat dan akhlak yang buruk, ikhlas dalam melaksanakan tugasnya, pemaaf terhadap murid-muridnya, menempatkan diri sebagai seorang bapak/ibu sebelum ia menjadi seorang guru, harus mengetahui bakat, tabiat dan watak murid-muridnya dan harus menguasai bidang studi yang diajarkanya.
Ibnu Jama’ah menawarkan kriteria yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan menjadi guru. Kriteria itu meliputi enam hal, yaitu : menjaga akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan, tidak menjadikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya, mengetahui situasi sosial kemasyarakatkan, kasih sayang dan sabar, adil dalam memperlakukan peserta didik dan menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.

3. Sebagai Penggerak (Motivator) Masyarakat
Guru diharapkan tidak membatasi diri sibuk di kelas yang dibatasi oleh dinding yang memisahkan dirinya dengan kehidupan masyarakat. Dia hendaknya menyatu dengan masyarakat dimana ia hidup dan dapat mengontrol anak didik dalam kehidupan masyarakat. Seorang guru harus memperhatikan kepentingan umum. Guru harus memperhatikan penampilan fisik maupun penampilan moralnya.
Guru pun harus memberikan motivasi kepada masyarakat dalam belajar dan bekerja. Rasulullah pernah mencontohkan hal tersebut, Rasulullah bersama para sahabat mengangkat sebuah batu di atas pundaknya ketika membangun masjid Nabawi setiap orang mengangkat sebuah batu namun beliau memperhatikan Amr bin Yasir setiap kali mengangkat ia membawa dua buah batu maka beliau berbicara kepadanya sebagai sugesti dan motivasi untuknya.

E. Tugas Guru dalam Proses Belajar Mengajar

1. Sebagai Demonstrator
Guru hendaknya mengusai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksankan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apayang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul dimiliki oleh anak didik. Sabda Rasulullah :

كنت خادما صلى الله عليه وسلم قال فكنت ادخل بغير استئذان فجئت يوما فقال كما انت يابنى فانه قد

حدث بعدك امر لاتدخلن الاباذن فقد عمله الرسول الاستئذان وكان يابنى
Artinya :
“Dahhulu aku menjadi pelayan Nabi SAW aku selalu masuk kerumah tanpa izin, maka beliau bersabda hai anakku, bagaiman kamu ini, sesungguhnya suatu persolan benar-benar telah terjadi sesudah kini. Jangan sekali-kali kamu masuk tanpa meminta izin. Dari gambaran diatas Rasulullah SAW telah mengajari Anas untuk meminta izin dan memanggilnya dengan rasa kekeluargan wahai anakku”.

2. Sebagai Mediator dan Fasifitator
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi harus juga memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik. Untuk itu guru perlu mengalami latihan praktek secara kontinu dan sistematis, baik melalui pre service maupun melalui inservice traning.
Rasulullah pun dalam memberikan pelajaran juga selalu menggunakan media, sehingga para sahabat dapat lebih mudah memahami pelajaran yang beliau sampaikan. Dari Abu Hurairah, Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “Pada suatu hari, Rasulullah mendatangi kehalayak (menurut riwayat lain, Rasulullah bersabda) “bertanyalah kepakaku! Mereka enggan untuk bertanya kepada beliau. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang kemudian duduk memegangi lutut Rasulullah SAW sambil berkata: wahai Rasulullah, tahukah itu islam, beliau menjawab: (islam berarti) kamu tidak boleh menyekutukan Allah dengan apapun, memdirikan shalat, membayar zakat dan berpuasa ramadhan, orang itu berkata “kau benar”. Kemudian orang itu bertanya lagi tentang iman,ihsan dan saat terjadinya hari kiamat. Abu Hurairah berkata: kemudian orang itu bangkit dan Rasulullah pun bersabda orang itu adalah malaikat jibril. Dia hendak mengajarimu karena kamu tidak mau bertanya.”
Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tuuan, materi, metode, evaluasi dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus trampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan olrh guru, yaitu : Mendorong berlangsungnya tingkahlaku sosial yang baik, Mengembangkan gaya interaksi pribadi dan Menumbuhkan hubungan yang posiotif dengan para siswa.

3. Sebagai Evaluator
Dalam satu kali proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan ini sudah tercapai atau belum dan apakah materi yang diajarkan itu sudah cukup tepat.
Dengan demikian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk siswa yang pandai, sedang ,cukup atau kurang .
Evaluasi pun sering dilakukan Rasulullah, dalam majelis-majelsnya Rasulullah mengoreksi setiap kesalahan para sahabatnya dalam memahami dan menghafal apa-apa yang beliau ajarkan. Al-bara’ berkata, yang artinya : “Rasulullah SAW bersabda, Wahai Barra’ apa yang kamu ucapkan ketika hendak tidur? Aku jawab,”Allah dan Rasul-Nya” lebih tahu. Beliau bersabda jika kamu hendak tidur dan ketika itu dalam keadaan sup, gunakanlah tangan kananmu sebagai bantal, lalu ucapkanlah (Aku pasrahkan wajahmu kepada-Mu, aku limpahkan segala urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu karena cinta dacn takut kepada-Mu tidak ada sandaran dan keselamatan dari-Mu kecuali dengan memohon kepada-Mu, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah engkau turunkan dan aku beriman kepada Nabi-Mu yang telah engkau utus, aku menirukan ucapan yang beliau ajarkan kepadaku, namun aku mengucapkan beliau berkata sambilmeletakkan tangannya di dadaku nabi-Mu). Selanjutnya beliau mengatakan “barang siapa yang mengucapkan pada malam harinya, kemudian meninggal maka ia meninggal dalam keadaan fitrah”.

Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
2. Membangkitkan gairah peserta didik
3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
4. Mengatur proses belajar mengajar yang baik
5. Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar
6. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Menanamkan Akidah yang Kuat Bagi Anak Didik
Menanamkan akidah di sela-sela membweri materi pelajaran selain ilmu syariah, merupakan media yang sangat berguna untuk mengikat anak didik dengan agamanya dalam berbagai lini kehidupan. Dapat menguatkan keimanan pada diri anak murid, sehingga dapat membentuk dan melahirkan generasi yang kuat serta erat tali hubungannya kepada Allah SWT.
Memberikan Taushiyah atau Nasehat
• Tidak sedikit urgensi nasehat dan bimbingan dalam pengajaran, maka jadikanlah nasehat sebagai sesuatu yang sangat signifikan.
• Nasehat merupakan anjuran syara’ sebelum ia menjadi sebuah anjuran dalam pendidikan
• Menuntun murid kearah yang benar dan menyuruhnya berlaku baik, serta meluruskan jika ia menyompang dari jalan yang benar.
• Nasehat yang diberikan secara individu menjadi mudah diterima dan direspek oleh murid.
Ramah dalam Mendidik
Bersikap ramah terhadap murid yang belum mengerti dapat ia tidak minder, mengevaluasi kesalahan yang terjadi pada murid. Apakah benar kesalahan itu karena memang ia tidak mengetahui, atau bukan. Hal itu kembali kembali kepada pertimbangan guru.
Cara mengobati kesalahan yang terjadi pada anak murid, yaitu seperti hadits yang menceritakan tentang seorang baduwi yang kencing dimasjid. Dimana ketika Nabi SAW melarang para sahabat untuk menghentikan kencing orang baduwi tersebat, agar hal itu tidak berbahaya baginya (kesehatan). Kemudian beliau menyuruh seorang lelaki dari sahabatnya untuk menghilangkan atsar najis tersebut dengan air, kemudian beliau memanggil orang baduwi itu dan memberitahukan kesalahannya serta mengajarinya dengan halus dan lembut. Begitulah cerita tentang Muawiyah bin Hakam ketika Rasulullah memanggilnya dan mengajariya dalam menunaikan shalat.
Kesalahan murid yang bukan karena ketidaktahuan maka seorang guru harus mencegahnya, seperti yang terdapat dalam ucapan sahabat : “hal itu menyusahkanku”. Kemudian seorang guru harus berusaha memperbaiki kesalahan itu dan membantu memperbaikinya. Hal itu seperti yang dijelaskan dalam keputusan Rasululah terhadap Muawiyah, yaitu ketika ia ingin memerdekakan perempuanya itu. Maka Rasulullah berkata kepada Muawiyah : “merdekakanlah ia, karena ia wanita muslim”

Bijaksana Saat Menuturkan Keburukan
Membicarakan kesalahan tidaklah untuk menyebutkan nama sang pelaku, tetapi sekedar peringatan dan menjelaskan kejelekan dari tindakan dan ucapan itu, agar memahami kesalahan itu. Tidak menyebutkan nama ketika sedang membicarakan suatu kesalahan, meskipun sang pelaku telah diketahui oleh sebagian orang.
Jika sang pelaku memang sengaja dan ia pun tahu, maka seorang guru harus berusaha mencari solusi yang lebih tepat untuk mendidik pelaku tersebut. Kebijaksanaan seorang guru tercermin, bagaimana ia mengobati suatu kesalahan dengan tanpa menyebutkan nama sang pelaku.
Mengucapkan Salam Sebelum dan Sesudah Mengajar
Mengawali mengucapkan salam ketika bertemu dengan anak murid, ucapan salam menjadi sebab untuk mendatangkan ampunan dari Allah serta memperbanyak amal kebaikan.. Ucapan salam menjadi sebab tersebarnya kecintaan antara guru dan murid. Mengucapkan salam, ketika masuk menjumpai anak murid dan keluar meninggalkannya.


KESIMPULAN
Sebagai figur yang memegang peran penting dalam pemberdayaan manusia, pendidik dituntut untuk mampu melaksanakan sejumlah tugas. Tugas tersebut meliputi tugas sebagai orang yang mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, tugas ssebagai model atau teladan dan tugas sebnagai penggerak masyarakat.
Tugas-tugas tersebut harus didukung oleh sejumlah criteria agar tugas tersebut dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Sejumlah criteria tersebut antara lain guru harus menguasai bidang ilmu yang diajarkannya, guru harus berakhlak mulia, sabar, pemaaf, kasih saying, rendah hati, ikhlas dan guru harus mengetahui bakat, minat, tabiat dan watak anak didiknya.


DAFTAR PUSTAKA

• Nata, Abudin dan Fauzan. 2005. Pendidikan dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN Press
• Al-syalhub, Fuad bin Abdul Aziz. 2005. Panduan Praktis Bagi Para Pendidik Quantum Teaching 38 langkah Mengajar EQ Cara Nabi SAW, Jakarta : Zikrul Hakim
• http://tanbihun.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam/
etika-pendidik-dalam-pendidikan-islam_files:http://hidayah-ilayya. blogspot.com /2009/09/etika-pendidik-dalam-pendidikan-islam.html